Kompleksipitas kehidupan yang sampai saat ini masih menjadi bahan perbincangan bagi setiap orang, baik di kalangan pemikir (yang di sebut kaum intelektual) maupun di kalangan orang-orang biasa, istilah-istilah ini merupakan suatu konsekuensi bagi orang-orang pada umumnya, karen telah sangatlah populer bahwa terdapat setandarisasi untuk sesuatu itu dapat dikatakan “manusia” diukur dari tahap intensitasnya dalam berfikir. 

Orang yang kerapkali menggunakan akalnya untuk berfikir itulah yang di sebut manusia intelek (golongan manusia luarbiasa), adapun orang-orang yang kurang berfikir itulah orang yang nasibnya kurang beruntung karena telah mendapatkan julukan orang-orang biasa, entah darimana julukan itu asalnya, konon hal itu dilihat dari realitas manusia yang kondisinya berbeda dengan makhluk lain selain manusia, hewan dan tumbuhann misalnya, arugumentasi bahwa manusia itu makhluk paling sempurna disandarkan terhadap realitas yang ada, dimana manusia memiliki unsur lain yang ada di dalam dirinya.

Manusia memiliki kemampuan untuk membongkar segala ketidaktahuannya kemudian menjadi tahu, hal tersebut sering kita sebut dengan istilah berfikir, dan dapat pula disimpulkan bahwa orang-orang yang kerapkali berfikir itu mempunyai nilai lebih dibanding orang yang kurang berfikir sehingga orang yang mempunyai nilai lebih itu cukup pantas mendapat julukan kaum intelek.

Artinya sesuatu itu dapat dikatakan manusia kerena mampuh berfikir dan sesuatu yang tidak berfikir bukanlah manusia, itulah pandangan yang ada pada umumnya dan cukup dapat diterima.
Akan tetapi ada hal lain yang harus kita pertimbangkan dan mungkin hal ini akan sedikit menggelitik jalan fikiran kita, dimana pada satu sisi kita begitu mengakui bahwa tolak ukur sesuatu bias dikatakan manusia karena sesuatu itu berfikir.

Sedikit kita membahas sosok manusia yang paling populer diantara kita, dia adalah sosok yang telah mampuh membawa kita dari suasana kegelapan kepada suasana yang terang benderang, sosok yang telah berani melakukan revolusi besar-besaran, juga sosok yang menjadi contoh bagi umatnya dari muai hal yang kecil sampai hal-hal yang dianggap besar bagi kita, dan jangan lupa bahwa sosok itu merupakan orang yang pintar juga cerdas, katakanlah dia itu seorang nabi juga rasul. Dia sosok yang tidak pernah berbohong, tidak pernah berbuat dosa, tidak pernah lupa, dan juga tidak bodoh, diantaranya hal-hal itulah yang menjadikanya manusia paling sempurna (NABI), dan karena itulah orang-orang dengan senang hati mengikuti dan bercontoh kepada sosok tersebut.

Diantara ciri-ciri orang sempurna itu terdapat salah satunya menyebutkan bahwa nabi atau rasul itu tidak boduh, artinya dia adalah orang yang pintar dan mengetahui segala aspek, berbagai hal, darimana dan mau kemana, juga kapan dan sampai kapanpun dia akan mengetahui segalasesuatunya, itu semua dikarenakan dia orang yang sangat diakui kepintarannya.

Namun mari kita sedikit mengulas kondisi hari ini, dimana kita menganggap orang yang pintar adalah orang yang telah mengetahui sesuatu, dan kita semua pasti tahu kalo orang yang tahu akan sesuatu, itu disebabkan karena orang itu telah melakukan peroses berfikir, dimana orang tersebut merasa bahwa dirinya tidak tahu lalu ingin tahu, kemudian setelah berfikir orang tersebut menjadi tahu. Terus orang tersebut dapat dibilang orang pintar. 

Kemudian kita perhatikan sosok yang dijadikan contoh oleh kita semua, dia pintar, lalu apakah kepintaranya disebabkan karena dia telah berfikir? Kalau seandainya dia pintar karena dia melakukan proses berfikir berarti sebelum berfikir dia adalah orang yang tidak tahu akan sesuatu, sedangkan orang yang mengalami ketidaktahuan adalah orang yang pernah bodoh.

 Sesungguhnya hal tersebut merupakan suatu hal yang tidak akan pernah terjadi pada sosok orang sempurna yang selama ini kita jadikan contoh manusia sempurna, dan tidak ada kekurangan sama sekali, termasuk sifat bodoh pun sangatlah tidak mungkin pernah melekat pada dirinya, sederhananya mana mungkin orang yang paling sempurna mempunyai sifat bodoh.

Artinya hasil dari pembahasan tentang manusia sempurna ini adalah, bahwa kepintaranya bukanlah didapat kerena dia berfikir, akan tetapi dia pintar karena sudah seharusnya sebagai orang yang paling sempurna, kerena kalau dia berfikir berarti dia pernah bodoh, dan orang yang pernah bodoh itu orang yang mempunyai kekurangan, dan ketika seseorang mempunyai kekurangan itu bukanlah orang yang paling sempurna, dan sangatlah tidak dapat diterima oleh akal ketika ada orang yang tidak sempurna kemudian dijadikan contoh oleh kita semua.

Kembali kepada pembahasan dari awal, bahwa sesutau itu dikatakan manusia karena dia berfikir, hal ini sangat terlihat perbedaannya dngan setelah kita membahas sosok orang yang paling sempuran dimana dia tidak pernah berfikir. Jadi anggapan bahwa manusia itu makhluk yang berfikit terbantahkan dengan sendirinya setelah kita memperhatikan dari sifat-sifat sosok orang yang paling sempurna.

Maka kesimpulanya ketika sesuatu (orang) itu berusaha menjadikan dirainya semakin mirip dengan sosok manusia paling sempurna (nabi/rasul) dari mulai hal kecil dan hal yang paling dianggap besar, itulah sesuatu yang pantas dikatakan manusia.

Oleh : Akel (Ade Hasanudin)

0 komentar: