Perkembangan Kajian Komunikasi
Julia Wood mengamati perkembangan kajian komunikasi dalam perkembangan trend berikut ini. Bahwa terdapat relasi antara perkembangan dalam kehidupan sosial dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Pada dekade 40-an, perhatian ilmuwan banyak mengenai upaya memahami obedience, conformity, dan prejudice. Tema-tema ini yang berkembang setelah PD II. Pada masa itu belum ada masalah seperti HIV sebagaimana sekarang. Demikian pula, pada decade 90-an terdapat perhatian terhadap soal komunikasi berkaitan dengan soal seksualitas (Bowen & Michal Johnson, 1995, 1996).
Dulu perhatian juga lebih banyak mengenai hubungan antar pribadi seputar hubungan romantis dikalangan remaja sekolah, kalangan menengah Eropa Amerika, able bodied heterosexuals bagi yang tinggal berdekatan. Belakangan ini berkembang kesadaran mengenai pluralisme budaya yang memotivasi ilmuwan meneliti dan mengembangkan teori mengenai kalangan gay dan lesbian ((Huston &Schwartz, 1996), relasi antar individu dikalangan orang dewasa (Dickson, 1995), relasi dikalangan anggota budaya minoritas(Gaines, 1995), pernikahan permanen diantara individu dewasa, relasionsip dilakukan melewati sistim komunikasi elektronik (Lea & Spears, 1995), dan relasionsip jarak jauh (Rohlfing, 1995) Contoh lain mengenai pengaruh budaya pada pengembangan ilmu pengetahuan adalah penekanan pada individu pada sebagian besar teori komunikasi Barat (Western). Pada masyarakat lain seperti Asia, nilai-nilai kolektif atau komunal lebih dihargai. Jadi teori-teori dari Timur (Oriental) melihat bagian terkecil pada kolektifitas. Dan tidak pada individu. (Wenzhong & Grove, 1991). Perhatian mengenai hubungan yang saling bergantung (interdependent) lebih penting daripada independent (Chang & Holt, 1991). Selanjutnya, ideologi dominan dalam budaya kolektif menekankan harmoni, konformity pada kelompok, kerendahhatian (humility), dan perbedaan yang kontras pada budaya individualis yang menekankan pada pernyataan (assertion), kepercayaan diri, otonomi, dan konflik (Berg&Jaya, 1993; Klopf, 1991).
Bertentangan dengan teori-teori komunikasi Barat yang menekankan pada perhatian utama pada pemunculan diri (self disclosure), ahli teori Timur telah menunjukkan sedikit minat pada penunjukkan (revelations) pribadi dan menunjukkan emosi, yang menunjukkan kemarahan (frowned upon) pada banyak masyarakat Timur (Ishii&Bruneau, 1991; Johnson & Nakanishi, 1993; Ting—Toomey, 1991). Hal ini menunjukkan dimana perhatian dan ideologi budaya membentuk sifat teori pada momen yang telah ada dalam kehidupan suatu masyarakat. (Wood, 359-360).
Bagaimana dengan perkembangan kajian komunikasi di Indonesia ? Mengamati beberapa penelitian penting : Rusdi Muhtar tentang dampak menonton televisi di Sulawesi Selatan, Wilbur Schramm, Gon Cu, Alfian tentang dampak satelit palapa di Indonesia, Marwah Daud Ibrahim tentang satelit palapa, Harsono Suwardi tentang peran suratkabar dalam komunikasi politik, Ibnu Hamad tentang wacana politik, Ishadi tentang televisi, Prof achmad tentang pers Indonesia, Bahtiar Aly tentang pers Indonesia, M. Alwi Dahlan tentang komunikasi politik, Efendi Ghazali meneliti tentang komunikasi politik di Indonesia periode pasca orde baru dan sebagainya. Disini juga menjadi penting untuk diperhatikan, bagaimana akar tradisi Eropa sudah lama di Indonesia dalam kaitannya dengan kajian komunikasi.
Selain itu terdapat pula sejumlah kajian yang tidak dihasilkan ahli komunikasi, tapi sangat penting bagi kajian komunikasi. Smith tentang sejarah pembreidelan pers di Indonesia, Ahmad Adam dari Malaysia tentang pers pergerakan di Indonesia, Tickell tentang pers di Indonesia, David T. Hill tentang Mohtar Lubis dan Pers Indonesia. Philip Kitley tentang fenomena dunia televisi swasta yang muncul di Indonesia diakhir 1990-an. Krisna Sen tentang film Indonesia.
Bila diawal, kajian komunikasi di Indonesia ditandai tentang kajian jurnalistik. Kini dalam perkembangan, bidang komunikasi meluas. Jurnalistik hanyalah salah satu bidang kajian. Terdapat bidang humas, periklanan, kajian tentang televisi, radio, kehadiran media-media baru seperti internet, dan sebagainya. Pada sisi lain tampak misalkan belum ada penelitian humas yang sampai menjadi pembicaraan di Indonesia. Juga kita kekurangn ahli kajian periklanan, radio, dan sebagainya. Inilah lahan yang perlu untuk dipertimbangkan para sarjana komunikasi.
Mengamati kecenderungan, kajian lulusan komunikasi umumnya dominant dalam bidang komunikasi massa. Demikian pula pakar komunikasi dapat dilihat umumnya sebagai pakar komunikasi massa. Masih sedikit yang muncul atau mendalami bidang lain seperti komunikasi organisasi, kajian public relations, komunikasi antar budaya, dan sebagainya. Maka hal inilah yang penting menjadi agenda pengelola pendidikan tinggi komunikasi agar juga mengembangkan aspek kajian diluar komunikasi massa (media studies). Sedikit pakar seperti Dedy Mulyana yang mendalami kajian komunikasi antar budaya tersebut atau Budyatna yang mendalami komunikasi antar pribadi.
Kajian Komunikasi di Indonesia
Kajian komunikasi sebagai sebuah kajian teoritis terus menerus dikembangkan. Para ahli terus menerus melakukan penelitian menguji teori hasil penelitian dalam bentuk-bentuk seminar-seminar. Di negara-negara maju tampak melalui sejumlah forum dan jurnal-jurnal yang diterbitkan. (lihat little john pada bab penutup).
Fenomena kajian komunikasi di Indonesia menunjukkan beberapa fenomena berikut.
Di Indonesia, aktivitas ilmiah dalam kajian komunikasi dapat dilihat melalui kegiatan yang diadakan oleh kampus dan ISKI atau Perhumas. Bahkan tampak pula kemunculan lembaga baru humas yaitu Public Relation Society of Indonesia yang diketuai August Parengkuan dan sekjennya adalah Magdalena Wenas, seorang praktisi PR senior Indonesia. Tampaknya institusi semacam ini yang terlihat melakukan. Demikian pula tampak melalui lembaga LSM seperti Media Watch seperti ISAI, LSPP, LKM, dan sebagainya.
Disatu sisi terdapat booming peminat kajian komunikasi berkat perkembangn media industri. Terlebih dengan hadirnya televise swasta. Namun disisi lain, kajian komunikasi belum begitu menunjukkan kecepatan yang memadai. Yang cukup menggembirakan adalah munculnya literatur komunikasi yang ditulis oleh tokoh-tokoh muda seperti Deddy Mulyana, Eriyanto, Nurudin, Wirjanto, Alex Sobur, dan sebagainya. Dulu, untuk beberapa lama, yang tampil adalah tokoh sepeti Onong U. Effendi, Jalaludin Rahmat. Figur lain yang tampil aktif dalam menulis adalah Ashadi Siregar, Novel Ali, A Muis, Ana Nadya Abrar, Sinansari Ecip, Ade Armando, Effendi Ghazali, dan sebagainya. Mereka tampil dalam tulisan artikel di media massa.
ISKI telah menerbitkan jurnal ISKI. Dibanding pada edisi awal kondisi belakangan semakin baik, yang diterbitkan oleh Rosda Karya. Namun belakangan frekuensi terbitnya semakin tidak teratur. Sebelumnya telah pula ada Jurnal Audientia yang diterbitkan di Bandung oleh figure seperti Dedy Djamaludin Malik. Namun dewasa ini tidak lagi terbit.
Sementara aktivitas besar dalam kegiatan ilmiah belum kelihatan. Dulu, Wilbur Schramm pernah melakukan penelitian di Indonesia tentang Palapa. Selebihnya, kajian yang serius barangkali tampak melalui hasil disertasi seperti yang sudah diterbitkan adalah Harsono Suwardi tentang komunikasi politik. Penelitian lain yang sering dirujuk adalah karya Rusdi Muhtar tentang pengaruh televisi dikalangan masyarakat di Sulawesi Selatan. Yang agak baru adalah penelitian Efendi Gazali tentang komunikasi politik di Indonesia. Betapa miskinnya keberadaan bacaan komunikasi di Indonesia.
Terakhir yang tampak : tentang pers Indonesia masa kolonial oleh sejarawan Malaysia Ahmad Adam, karya Philip Kitley tentang televisi di Indonesia, Paul Tickell tentang pers Indonesia, . Dulu pernah ada penelitian tentang pembreidelan pers di Indonesia oleh Smith. Sementara Daniel Dhakidae dengan pendekatan ekonomi politik meneliti pers industri masa orde baru. Demikian pula David T. Hill tentang Mochtar Lubis dan pers orde baru. Demikian pula terdapat Ronny Adhikarya yang meneliti tentang pendidikan komunikasi di Asia, salah satunya di Indonesia. Juga Akhmad Adam tentang pers masa colonial.
Beberapa disertasi seperti Marwah Daud Ibrahim tentang satelit palapa, Bahktiar Aly tentang pers Indonesia, dan sebagainya. Ibnu Hammad tentang analisis wacana pers Indonesia. Ishadi SK tentang fenomena televise di Indonesia. M. Alwi Dahlan menulis disertasi tentang komunikasi politik.
Sejumlah PT tampak menonjol seperti Departemen Komunikasi UI, Unpad, UGM, Unhas. Sedangkan beberapa yang lain seperti Undip, Unair, UNS. Sedangkan swasta tampak seperti IISIP, dan sebagainya. Tentu saja fenomena lain seperti sejumlah PTN dan PTS yang membuka jurusan Ilmu Komunikasi.
Maka bagaimana prospek dan arah kajian komunikasi di Indonesia kedepan ? Rasa-rasanya wacana kajian komunikasi di Indonesia belum begitu hangat memperbincangkan hal ini. Tampaknya dibutuhkan peran aktiv lembaga kajian komunikasi. Dalam hal ini terutama kalangan kampus melalui pusat studi komunikasi. Diskusi-diskusi tentang buku-buku penting dalam bidang komunikasi, hasil-hasil penelitian komunikasi di Indonesia, sosialisasi hasil-hasil pemikiran, dan sebagainya.
Merindukan kajian komunikasi yang dinamis tampaknya masih jauh. Padahal persoalan ditengah-tengah masyarakat kita tidak sedikit. Peran ilmu komunikasi tentunya sangat diharapkan. Seperti kecemasan terhadap dampak televise, vcd, dan sebagainya. Masih jelas dalam ingatan, ketika temu mahasiswa komunikasi se Indonesia di Undip Semarang (1994) muncul wacana tentang sebaiknya ISKI dibubarkan karena tidak memiliki kontribusi bagi persoalan komunikasi di Indonesia. Terlebih ketika itu, sedang terjadi Pers Breidel terhadap Tempo Editor Detik dimana suara ISKI tidak terdengar.
Namun demikian hingga dewasa ini, ISKI masih satu-satunya yang dapat rutin melakukan kegiatan. Seperti tampak melalui simposium kurikulum yang reguler diadakan. Tentu saja wacana yang berkembang disini menjadi penting untuk diperhatikan dan menjadi rujukan bagi berbagai kalangan. Terutama lembaga pendidikan tinggi komunikasi yang semakin banyak jumlahnya.
Tampaknya agenda ke depan perlu untuk semakin menjadikan ilmu komunikasi dapat berfungsi dalam kehidupan bermasyarakat. Melalu penerbitan jurnal, diskusi, buku, penelitian, dan sebagainya. Partisipasi dari berbagai kalangan sangat diperlukan.
Ada hal yang menarik dari figure pakar komunikasi M. Alwi Dahlan. Yakni ketika beliau dalam perjalanan karir panjangnya sebagai pakar komunikasi dimana upaya untuk menunjukkan kontribusi keberadaan ilmu komunikasi di Indonesia ketika beliau diangkat menjadi menteri penerangan RI terakhir masa Soeharto. Setelah sebelumnya lama menjadi staf ahli di kementerian lingkungan hidup. Melalui jabatan sebagai menteri sebagai keberhasilan dalam mengenalkan kajian komunikasi di Indonesia.
Maka kini dengan tingginya minat masyarakat memasuki bidang ilmu komunikasi menjadi penting untuk dijelaskan. Kalangan yang bergerak dalam penyelenggaraan bidang pendidikan komunikasi perlu untuk mengangkat wacana tentang hal ini. Semakin sering memperbincangkan sehingga didapat pemikiran yang semakin matang. Yang pada akhirnya dapat memperkuat keberadaan ilmu komunikasi di Indonesia.
Rasanya menjadi sesuatu yang janggal ketika masyarakat semakin berminat memasuki bidang ilmu komunikasi, namun perbincangan dikalangan komunitas pengkaji ilmu komunikasi tidak intens. Rasa-rasanya terdapat persoalan besar dan mendasar dalam hal ini. Betapa lemahnya tradisi keilmuan kita. Dan rasa-rasanya ini tidak pernah tuntas dan habis-habisnya.
Blog Archive
-
►
2012
(16)
- ► 08/26 - 09/02 (1)
- ► 08/05 - 08/12 (3)
- ► 07/29 - 08/05 (4)
- ► 07/22 - 07/29 (7)
- ► 02/26 - 03/04 (1)
-
▼
2011
(31)
- ► 08/14 - 08/21 (1)
- ▼ 04/24 - 05/01 (3)
- ► 04/17 - 04/24 (1)
- ► 03/27 - 04/03 (1)
- ► 03/06 - 03/13 (1)
- ► 02/20 - 02/27 (2)
- ► 02/13 - 02/20 (1)
- ► 02/06 - 02/13 (3)
- ► 01/30 - 02/06 (8)
- ► 01/23 - 01/30 (10)
About Me

- akel
- Subang, Jawabarat, Indonesia
- Saya terlahir untuk bisa membahagiakan mereka yang menyayangi saya.
0 komentar:
Posting Komentar